
Bahlil Lahadalia menanggapi gejolak harga minyak dunia yang kian fluktuatif di tengah memanasnya ketegangan geopolitik global, terutama akibat konflik Iran-Israel.
Ia menyatakan bahwa saat ini pemerintah Indonesia hanya dapat berharap kondisi segera membaik.
“Katanya harga minyak berpotensi naik, melebihi asumsi dalam APBN. Saya bilang berdoa saja. Karena hanya doa dan impian dalam diri kita yang bisa menyelamatkan kita,” ujar Bahlil saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Pernyataan itu disampaikan saat menjawab kekhawatiran publik terkait potensi lonjakan harga minyak global jika jalur distribusi energi utama dunia seperti Selat Hormuz terdampak oleh konflik Iran-Israel.
Harga Minyak Dunia Sempat Tembus 180 Dollar AS per Barel
Saat ini, harga minyak dunia memang tercatat berada di kisaran 68 dollar AS per barel, jauh lebih rendah dibandingkan saat sempat menyentuh hampir 180 dollar AS per barel dalam beberapa waktu terakhir.
Namun, Bahlil mengingatkan bahwa situasi global yang tidak menentu bisa sewaktu-waktu kembali mendorong harga melonjak.
Menurut Bahlil, asumsi harga minyak dalam APBN 2025 masih berada pada tingkat yang aman, yakni di angka 82 dollar AS per barel, sehingga belum melebihi batas proyeksi fiskal pemerintah.
Namun demikian, ia tidak menampik bahwa eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah bisa mengubah segalanya dengan cepat.
“Dinamika di Timur Tengah, sampai sekarang ketika saya keluar dari sini, saya mengikuti perkembangan dengan jaringan yang saya punya, masih dinamis, naik turun, naik turun. Jadi yang terjadi belum tentu besok seperti ini. Kita lihat lagi perkembangannya, baru-baru ini kita bisa melakukan kajian,” tutur Bahlil, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Lebih lanjut, Bahlil menyiratkan bahwa ruang gerak negara berkembang seperti Indonesia sangat terbatas dalam menghadapi dampak ketidakpastian global, yang sebagian besar dipicu oleh konflik-konflik eksternal.
“Kita tidak bisa mengharapkan negara lain berada dalam kondisi seperti ini. Mengapa? Hampir semua negara juga memikirkan negaranya. Hampir semua. Nah, terkait dengan ini, mari kita berdoa saja agar perang ini selesai lah,” ujarnya.
Indonesia Jajaki Impor Migas dari Rusia
Di sisi lain, Bahlil juga mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tengah membuka peluang impor minyak dan gas bumi (migas) dari Rusia.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang berlangsung beberapa hari lalu di Moskwa.
“Mereka (Rusia) menawarkan ada gas yang bisa kita beli, kemudian bisa juga kita melakukan impor minyak,” ungkap Bahlil usai menghadiri acara Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 di Lemhannas RI, Selasa (24/6/2025).
Ia menambahkan, penjajakan kerja sama tersebut akan terus berlanjut dan ditindaklanjuti melalui pertemuan langsung dengan pengusaha dan perusahaan migas milik negara (BUMN) asal Rusia.
“Penjajakan ini sudah kita lakukan, saya besok rapat dengan tim dari Rusia, dari pengusaha-pengusaha, BUMN-nya Rusia yang akan datang ke Indonesia. Artinya potensi itu ada, tapi dalam konteks saling menguntungkan,” ujarnya.
Selain membuka peluang impor migas, pemerintah juga menjajaki kerja sama pengembangan sumur-sumur tua dan sumur baru di Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan lifting migas nasional. Bahlil menilai Rusia merupakan mitra yang tepat karena memiliki teknologi dan pengalaman panjang di sektor energi.
“Rusia adalah salah satu negara di dunia yang mempunyai pengalaman panjang di bidang perminyakan. Kita mempunyai sumur, tapi untuk teknologi, kita butuh belajar dan kolaborasi,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Potensi Harga Minyak Naik jika Selat Hormuz Tutup, Bahlil: Saya Bilang, Berdoa Saja”,