
Wali Kota Madiun, Maidi, melarang penyajian makanan secara prasmanan dalam acara hajatan.
Kebijakan ini diambil untuk mengurangi timbunan sampah serta mencegah pemborosan makanan yang kerap terjadi pada pesta pernikahan atau acara keluarga lainnya.
Alasan Larangan Prasmanan Saat Hajatan
Menurut Maidi, sistem prasmanan menghasilkan banyak makanan sisa dan menambah volume sampah setiap hari.
Saat ini, Kota Madiun menghasilkan sekitar 100 hingga 120 ton sampah per hari.
Kondisi ini diperparah dengan overkapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Winongo.
“Hari ini banyak yang gengsi. Mau pernikahan besar-besaran. Akhirnya yang sisa (makanannya) banyak. Kondisi budaya seperti ini harus diubah. Insya Allah saya buat perwal di Madiun. Hajatan boleh di gedung, tetapi jangan prasmanan. Pakai kardus saja,” kata Maidi.
TPA Winongo Menggunung, Sampah Capai 20 Meter
TPA Winongo yang menjadi lokasi akhir pembuangan sampah di Madiun kini sudah menggunung hingga ketinggian 20 meter.
Maidi menegaskan bahwa langkah pembatasan sistem prasmanan menjadi solusi untuk menekan laju pertumbuhan sampah yang tak terkendali.
Gunakan Kardus, Makanan Bisa Dibawa Pulang
Wali Kota Madiun menyarankan agar makanan disajikan dalam kotak (kardus), bukan secara terbuka seperti prasmanan.
Hal ini dinilai lebih praktis dan ramah lingkungan, karena makanan yang dibungkus lebih kecil kemungkinan terbuang.
“Kalau dibawa ke rumah tidak menyisakan makanan. Dan TPA kita tidak berkelebihan. Kalau prasmanan banyak sisa,” tutur Maidi.
Hemat Pangan, Hindari Penyakit
Selain aspek lingkungan, Maidi juga menyoroti dampak kesehatan dari kebiasaan makan berlebihan saat hajatan.
Ia menyebut, warga Madiun banyak yang mengalami hipertensi akibat pola makan yang tidak seimbang.
“Kita harus hemat pangan. Jangan boros. Kalau kita boros alam tidak akan menjamin ke depan,” ungkap Maidi.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Larang Hajatan Pakai Sistem Prasmanan, Walkot Madiun: Pakai Kotak Kardusan Saja”.