DELTASLOT88

      DELTASLOT88 – Sejarah Beduk, dari Tradisi Hindu-Buddha hingga Simbol Islam Nusantara

      Gusnar Paloh tengah memukul beduk yang usianya lebih dari 100 tahun di masjid Almuttaqin Desa Yosonegoro menjelang salat. Struktur beduk ini terbuat dari kayu utuh dengan membran kulit sapi di kedua sisinya.

      Lihat Foto

      Beduk dikenal luas sebagai alat musik tabuh tradisional yang kerap digunakan dalam aktivitas keagamaan Islam di Indonesia.

      Meski kini identik dengan penanda waktu salat dan bulan Ramadan, jejak sejarah beduk ternyata telah ada jauh sebelum Islam berkembang di Nusantara.

      Beduk merupakan alat musik berbentuk lonjong dengan diameter lebar dan lubang di tengahnya, yang ditutup kulit kering pada kedua sisinya.

      Beberapa jenis kulit yang umum digunakan untuk membuat beduk adalah kulit kambing, sapi, dan kerbau.

      Dalam praktik sehari-hari, fungsi beduk tak hanya terbatas sebagai penanda waktu ibadah. Alat ini juga berfungsi sebagai media komunikasi tradisional untuk menyampaikan informasi penting kepada masyarakat.

      Sejarah Beduk di Nusantara

      Sejarah beduk di Indonesia tercatat sudah ada sebelum masa kedatangan Islam.

      Menurut sejumlah catatan sejarah, alat sejenis beduk sudah dikenal di era kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit dan Sriwijaya.

      Beduk digunakan dalam upacara keagamaan, pengiring prosesi ritual, penanda waktu ibadah, hingga sebagai alat komunikasi kerajaan untuk mengumumkan keputusan penting atau mengumpulkan masyarakat.

      Salah satu bukti tekstual yang menguatkan keberadaan beduk pada masa lampau tertulis dalam Kidung Malat, sebuah karya sastra dari era Majapahit.

      Dalam kidung tersebut dijelaskan bahwa beduk telah digunakan sebagai alat untuk menyampaikan perintah berkumpul.

      Ketika beduk dibunyikan, itu menandakan bahwa masyarakat di wilayah kekuasaan Majapahit harus berkumpul dan bersiap untuk berperang.

      “Ketika beduk dibunyikan, itulah tanda bagi orang-orang yang berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit untuk berkumpul dan bersiap perang,” tulis Kidung Malat.

      Catatan lain yang turut memperkuat keberadaan beduk datang dari laporan perjalanan Cornelis de Houtman, penjelajah Belanda yang mengunjungi Indonesia antara tahun 1595 hingga 1597.

      Dalam catatannya, de Houtman menyebut bahwa di Jawa terdapat berbagai alat waditra seperti kentongan, gong, bonang, dan termasuk beduk.

      Ia menulis bahwa beduk merupakan alat yang paling populer di Jawa, khususnya di wilayah Banten.

      Hi, I’m admin

      Leave a Reply

      Your email address will not be published. Required fields are marked *